Sabtu, 30 Juli 2011

KENDALA LINGUISTIK DALAM PENERJEMAHAN

PENDAHULUAN
Menerjemahkan berarti berkomunikasi. Artinya, seorang penerjemah, dengan mengoptimalkan kemampuannya baik linguistik maupun non linguistik yang dimilikinya, berusaha mengkomuikasikan makna dari sebuah teks dalam bahasa sumber (source languages) kepada penutur (target audience) dalam bahasa sasaran (target languages) dimana target audience tidak merasa bahwa apa yang dibacanya adalh hasil dari suatu proses penerjemahan. Namun demikian, hal ini tidak selamanya mudah untuk dikerjakan. Banyak aspek baik lianguistik maupun non linguistik yang bisa merupakan kendala dalam menghasilkan suatu penerjemahan seperti kurangnya kata yang berpandaan satu banding satu, one to one correspondence, pada tingkat leksika, untuk itu diperlukan penerjemah yang memiliki kompetensi dan kemaempuan yang memadai dari kedua bahasa (source dan target languages). Di dalam penerjemahan terdapt tiga prinsip pokok yaitu: Tepat (akurat), Jelas, Wajar (natural).
Pada umumnya terjemahan terbagi kedalam tiga jenis; Terjemahan literal (literal translation), Terjemahan literal yang dimodifikasi (modified literal translatons) dan Terjemahan idiomatik/dinamis (idiomatic translations). Syarat-syarat seorang penerjemah harus memiliki tiga kriteria utama yakni (1). Seorang penerjemah harus memiki pengetahuan linguistik yang memadai baik itu bahasa sumber maupun bahasa sasaran. (2). Seorang penerjemah sebaiknya mengetahui aspek kebudayaan dari kedua bahasa. (3). Seorang penerjemah seyogyanya mempunyai pengetahuan yang cukup atau mengenal bidang pengetahuan yang diterjemahkannya.

BETUK DAN MAKNA
Salah satu sumber masalah dalam penerjemahan adalah seputar bentuk dan makna dimana bentuk adalah struktur gramatikal dari suatu bahasa, seperti, kata, frasa, dan klausa, sedangkan makna adalah struktur sistematis dari suatu bahasa yang menggunakan bentuk tertentu. Keragaman makna yang dimiliki oleh suatu bentuk gramatikal dari suatu bahasa seperti kata, frasa, dan klausa diakibatkan oleh konteks diman kata itu berada/digunakan, sehingga makna dapat dikategorikan secara garis besar kedalam dua kelompok yaitu makna primer dan makna sekunder. Masalah lain yang bisa timbul yaitu fenomena dimana satu makna berita dapat diekspresikan menggunakan beberapa bentuk gramatikal yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama

KORELASI KETERPADAAN MAKNA KATA
Mengenai keterpadanan kata dalam penerjemahan kita kenal empat macam istilah yaitu; one-to-one correspondence adalah keterpadanan kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran yang berkorelasi satu makna pada bahasa sasaran. One-to-many correspondence adalah keterpadanan kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran.yang berkorelasi banyak karrena adanya budaya bahasa dari bahasa sumber dan bahasa sasaran. One-to-part koresppondence adalah satu kata bahasa sumber yang bermakna atau berkorelasi sebahagian saja pada bahasa sasaran. One-to-nil correspondence adalah konsep dimana kata dalam bahasa sumber tidak memiliki makan dalam bahasa sasaran tetapi untuk menyelesaikan masalah itu penerjemah bisa menempuh cara memberikan definisi, elaborasi atau menerangkan kata-kata tersebut.

MAKNA FIGURATIF
Larson (1991:111 citing Beekman and Callow 1974:94) mendefinisikan makna figurative sebagai makna yang yang didasarkan pada hubungan assosiatif dengan makna primer. Selanjutnya Larson membagi makna figuraif kedalam lima jenis yaitu:
a) Metonimi (metonymy) yang selanjutnya juga daibagi kedalam tiga jenis yaitu:
• Makna figurative yang didiasarkan pada hubungan ruang (spatial relation)
• Makna figurative yang didasarkan pada hubungan waktu (temporal relation)
• Makna figurative yang didasarkan pada hubungan logic (logical relation)
b) Sinekdot (synecdoche) Makna figurative jenis ini didasarkan pada hubungan separuh dengan keseluruhan (part-whole relationship)
c) Idiom (idioms). Jenis ini adalah merupakan ungkapan yang terdiri dari paling kurang dua kata yang tidak bisa diterjemahkan secara literal, melainkan merupakan satu unit semantik, serta bersifat kultur dan linguistic spesifik, artinya ungkapan atau idiom yang berlaku pada suatu budaya atau bahasa tertentu tidak berlaku pada budaya atau bahasa lainya.
d) Eupemisme (euphemism) Jenis figurative ini pada hal-hal tertentu mirip dengan metonimi yaitu adanya suatu penggantian satu kata atau ungkapan terhadap kata lainnya. Biasanya jenis ini digunakan untuk mengahindari ungkapan-ungkapan yang bersifat ofensif, atau tidak berterima secara sosial, atau tidak menyenangkan yanag biasanya menyangkut sex, kematian daan hal-hal yang gaib (supernatuaral).
e) Hiperbola (hyperbole) Pada jenis ini kata tertentu digunakan secara berlebihan sehingga kelihatan antilogik. Umumnya ungkapan ini digunakan untuk menegasakan dan menekankan makna kata terutama untuk meyakinkan pendengar tentang pesan yang ingin dikomunikasikan oleh pembicara.
Secara universal apa yang telah dijelaskan di atas memperlihatkan kepada kita bahwa penerjemahan itu bukan sesuatu yang mudah dikerjakan semudah membalikan telapak tangan. Sebaliknya, terjemahan itu merupakan suatu pekerjaan skills dan pengetahuan yang memadai juga pengalaman atau jam terbang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar